Pages

Minggu, 31 Juli 2011

Upaya Pemecahan Masalah Pendidikan Melalui Kebijakan

Di antara arah kebijakan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara guna mendukung ketertiban dunia. Pendidikan bermakna bagi pengembangan moral, sains dan teknologi untuk membangun masyarakat yang beradab dan bermanfaat, terampil, demokratis, damai, berkeadilan dan berdaya saing tinggi sehingga dapat mensejahterakan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran yang layak, dan pihak pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dengan undang-undang (UUD 1945).
Secara konseptual perumusan kebijakan pendidikan tidak hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pemimpipn yang mewakili anggota, tetapi opini publik (public opiniion) dan suara public (public voce) adalah merupakan teori demokrasi yang memiliki porsi sama besar yang memiliki untuk diisikan dalam perumusan kebijakan. Setiap kebijakan pendidikan terutama yang menyangkut tentang proses pembelajaran harus selalu berorientasi pada kepentingan peserta didik dan publik. Tetapi pencerminan kepentingan peserta didik dan publik dalam kebijakan pendidikan tidak mudah diaktualisasikan oleh para pembuat kebijakan. Hal ini disebabkan, karena proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free), sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempengaruhi terhadap proses pembuatan kebijakan. Pada tataran inilah seringkali kepentingan peserta didik dan public menjadi terabaikan oleh kepentingan sekelompok masyarakat, misalnya kepentingan sekelompok masyarakat kapitalis lebih diutamakan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakaan daripada kepentingan masyarakat pada umumnya.
Kondisi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan dengan tantangan globalisasi, peniadaan sekat-sekat ideologis politik, budaya dan sebagai ny.a. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam undang-undang No. 2/89 sistem pendidikan nasional dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4 yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Maksud manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Disamping itu juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan. Sebenarnya tujuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional kita sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi utuh yang dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur.
Namun pada kenyataannya tujuan yang mulia tersebut tidak diimbangi pada tataran kebijakan pemerintah yang mendukung tujuan tersebut. Salah satu contoh terbukti pada kurikulum sekolah tahun 1984 yang secara eksplisit telah menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran sekolah. Oleh karena itu, aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang disentuh. Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di Dunia, KKN melanda di berbagai institusi, disiplin makin longgar semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda dikalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan/patembayan (gesellschaft), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.
Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak atau moral. Krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan persoalan pendidikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks ini adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan produknya. Ironisnya, krisis tersebut menurut sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pend

Tidak ada komentar: